Selasa, 23 Maret 2010
KAJIAN AKHLAK : Ridha Menerima Aturan Allah
Sambungan Part 2
Sambungan Part 3
Sambungan Part 4
Sambungan Part 5
Assalamu'alaikum,
Dalam Al Hikam, Syeikh Ibn Athaillah As-Sakandari bertutur,“ Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dituntut darimu, adalah bukti dari rabunnya mata batinmu.” Karena itu’ “ Istirahatkan dirimu dari mengatur urusanmu, karena segala yang telah diurus oleh “Selainmu (yakni Allah), tak perlu engkau turut mengurusnya.”
Lagipula, “Menggebunya semangat tak akan mampu menerobos benteng takdir.” Maksudnya, seberapa banyak pun energi yang kita curahkan untuk memenuhi sesuatu keinginan, tetap saja itu tak akan tergapai jika tak sesuai dengan keputusan Allah. Kita tak dapat memenangkan kehendak kita di atas kehendak-Nya. Kita bahkan kerap menemukan bahwa takdir dan ketentuan yang berlaku pada diri manusia bukanlah yang sesuai dengan pengaturan olehnya. Pengaturan manusia ibarat rumah pasir di tepi laut, yang bisa demikian mudah runtuh tatkala ombak takdir Tuhan berlabuh.
Dalam hidup, kita juga acap menemukan bahwa apa yang menurut kita baik ternyata bisa membawa keburukan, dan sebaliknya, apa yang kita sangka buruk ternyata malah mendatangkan kebaikan. Boleh jadi ada keuntungan di balik kesulitan, dan ada kesulitan di balik keuntungan. Boleh jadi pula kerugian muncul dari kemudahan, dan kemudahan muncul dari kerugian. Mana yang berguna dan mana yang berbahaya pada akhirnya adalah sesuatu di luar pengetahuan kita.
Oleh sebab itu, sibuk mengatur nasib sendiri sejatinya adalah tindakan yang kurang lebih sia-sia, apalagi bila kesibukan itu melalaikan kita dari tugas-tugas sebagai hamba Allah. Lucu sekali bila manusia tetap berhasrat akan pengaturan dirinya. Mengapa demikian? Setidak-tidaknya ada dua alasan : Pertama, karena ia pada dasarnya tak mengetahui apa yang terbaik bagi dirinya. Dan kedua, karena Allah Yang Maha Mengatahui apa yang terbaik bagi para mahluk-Nya senantiasa dekat dan mengatur secara baik.
Allah itu sangat dekat, bahkan lebih dekat dari kedua urat leher kita. Oleh karenanya, Allah senantiasa memberi perhatian kepada hamba-Nya sekali pun tanpa sepengatahuannya. Pengaturan terhadap diri kita, sebenarnya merupakan bukti ketidaktahuan kita akan pengaturan Allah yang baik terhadap diri kita. Hal ini juga merupakan bukti minimnya cahaya makrifat di hati kita. Sikap sibuk mengatur urusan diri sebagai bentuk Syirik Rububiyah, berarti meyakini ada pengatur lain yang turut mengurus kehidupan selain Allah.
Mereka yang memelihara kesopanan kepada Allah dan tidak ingin jauh dari-Nya, tentu akan mencoba menggugurkan tadbir dan iradah mereka yang membuat hijab (tabir) dari Allah. Mereka akan keluar dari gelapnya tadbir (sikap mengatur diri) menuju terangnya tafwidh, yakni penyerahan urusan atau pilihan hidup kepada Allah hingga mereka menyaksikan bahwa dirinya diatur dan tidak turut mengatur, ditentukan dan tidak ikut menentukan, serta digerakkan dan tidak bergerak sendiri. Untuk ini diperlukan sikap ridha dengan pengaturan Allah. Rasa berat hati hanya akan membuat hati tetap terhijab dari cahaya Allah. Selain itu diperlukan pula sikap selalu berbaik sangka kepada Allah. Sebab Allah lebih tahu mengenai apa yang terbaik buat hamba-Nya. Ia pun sudah berjanji bahwa siapa bertawakal kepada-Nya, Dia akan mencukupinya. Lebih dari ridha dan berbaik sangka, mereka juga akan senang dan mencintai segala kehendak dan keputusan Allah, Sang Pemilik Anugerah.
Harap maklum, Tulisan hanyalah pengantar yang masih berhubungan dengan tema kajian, bukan isi dari video yang ditampilkan.
Sumber : Berbagai Sumber
Tulisan Oleh : Ardiansyah